Menyontek atau cheating memang bukan hal
baru dalam dunia pendidikan, yang biasanya dilakukan oleh seorang atau
sekelompok siswa/mahasiswa pada saat menghadapi ujian (test), misalnya dengan
cara melihat catatan atau melihat pekerjaan orang lain atau pada saat memenuhi
tugas pembuatan makalah (skripsi) dengan cara menjiplak karya orang lain dengan
tanpa mencantumkan sumbernya (plagiat). Menurut Wikipedia cheating
merupakan tindakan bohong, curang, penipuan guna memperoleh
keuntungan teretentu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Meski tidak
ditunjang dengan bukti empiris, banyak orang menduga bahwa maraknya korupsidi
Indonesia sekarang ini memiliki korelasi dengan kebiasaan menyontek yang
dilakukan oleh pelakunya pada saat dia mengikuti pendidikan.
Sebenarnya, secara formal setiap sekolah atau
institusi pendidikan lainnya pasti telah memiliki aturan baku yang melarang
para siswanya untuk melakukan tindakan nyontek. Namun kadang kala dalam
prakteknya sangat sulit untuk menegakkan aturan yang satu ini. Pemberian sanksi
atas tindakan nyontek yang tidak tegas dan konsisten merupakan salah satu
faktor maraknya perilaku nyontek.
Tindakan nyontek
(plagiasi)semakin subur dengan hadirnya internet, ketika siswa
atau mahasiswa diberi tugas oleh guru atau dosen untuk membuat makalah banyak
yang meng-copy- paste berbagai tulisan
yang ada dalam internet secara bulat-bulat. Mungkin masih agak lumayan kalau
tulisan yang di-copy-paste-nya itu dipahami
terlebih dahulu isinya, seringkali tulisan itu langsung diserahkan kepada
guru/dosen, dengan sedikit editing menggantikan nama penulis aslinya dengan
namanya sendiri.
Yang lebih mengerikan justru tindakan nyontek
dilakukan secara terrencana dan konspiratif antara siswa dengan guru, tenaga
kependidikan (baca: kepala sekolah, birokrat pendidikan, pengawas sekolah, dll)
atau pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dengan pendidikan, seperti yang
terjadi pada saat Ujian Nasional.
Jelas, hal ini merupakan tindakan amoral yang
sangat luar biasa, justru dilakukan oleh orang-orang yang berlabelkan “pendidikan“.
Mereka secara tidak langsung telah mengajarkan kebohongan kepada siswanya, dan
telah mengingkari hakikat dari pendidikan itu sendiri. Di lain pihak, para
orang tua siswa pun dan mungkin pemerintah setempat sepertinya berterima kasih
dan memberikan dukungan atas “bantuan yang diberikan sekolah” kepada
putera-puterinya pada saat mengisi soal-soal ujian nasional.
Sekolah-sekolah yang permisif terhadap perilaku
nyontek dengan berbagai bentuknya, sudah semestinya ditandai
sebagai sekolah berbahaya,
karena dari sekolah-sekolah semacam inilah kelak akan lahir generasi masa depan
pembohong dan penipu yang akan merugikan banyak orang. Secara psikologis,
mereka yang melakukan perilaku nyontek pada umumnya memiliki kelemahan dalam
perkembangan moralnya, mereka belum memahami dan menyadari mana yang baik dan
buruk dalam berperilaku. Selain itu, perilaku nyontek boleh jadi disebabkan
pula oleh kurangnya harga diri dan rasa
percaya diri (ego weakness). Padahal kedua
aspek psikologi inilah yang justru lebih penting dan harus dikembangkan melalui
pendidikan untuk kepentingan keberhasilan masa depan siswanya. Akhirnya, apa
pun alasannya perilaku nyontek khususnya yang terjadi pada saat Ujian
Nasional harus dihentikan.
Bagaimana pendapat Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar