Dalam tataran teori, pendidikan karakter sangat
menjanjikan bagi menjawab persoalan pendidikan di Indonesia. Namun dalam
tataran praktik, seringkali terjadi bias dalam penerapannya. Bicara mengenai
pengukuran artinya harus ada alat ukurnya, kalo alat ukur pendidikan matematika
jelas, kasih soal ujian jika nilainya diatas strandard kelulusan artinya dia
bisa. Nah, bagaimana dengan pendidikan karakter?
Membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah
dan cepat. Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk
membuat rentetan Moral Choice (keputusan moral) yang harus
ditindaklanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal yang praktis dan
reflektif. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom
(kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang.
Selain itu pencanangan pendidikan karakter
tentunya dimaksudkan untuk menjadi salah satu jawaban terhadap beragam
persoalan bangsa yang saat ini banyak dilihat, didengar dan dirasakan, yang
mana banyak persoalan muncul yang di indentifikasi bersumber dari gagalnya
pendidikan dalam menyuntikkan nilai-nilai moral terhadap peserta didiknya. Hal ini tentunya sangat
tepat, karena tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun
juga menciptakan insan yang berkarakter kuat.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk
merealisasikan pendidikan karakter di sekolah. Konsep karakter tidak cukup dijadikan
sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran di sekolah, namun harus lebih dari itu, dijalankan dan
dipraktekan. Mulailah dengan belajar taat dengan peraturan sekolah, dan tegakkan itu secara
disiplin. Sekolah harus menjadikan pendidikan karakter sebagai sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di sekolah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata
yang dipertontonkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah dalam keseharian kegiatan di sekolah.
Di sisi lain, pendidikan karakter merupakan upaya
yang harus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pendidikan, baik pihak
keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah dan juga masyarakat luas. Oleh karena
itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun kembali kemitraan dan
jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus diantara ketiga stakeholders
terdekat dalam lingkungan sekolah yaitu guru, keluarga dan masyarakat. Pembentukan dan pendidikan
karakter tidak akan berhasil selama antara stakeholder lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan
keharmonisan. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan
utama harus lebih diberdayakan yang kemudian didukung oleh lingkungan dan kondisi pembelajaran di sekolah yang memperkuat siklus pembentukan tersebut.
Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap
karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap
keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter.
Ingin mewujudkan pendidikan karakter yang
berkualitas? Maka kuncinya sudah dipaparkan diatas, ada alat ukur yang benar
sehingga ada evaluasi dan tahu apa yang harus diperbaiki, adanya tiga komponen
penting (guru, keluarga dan masyarakat) dalam upaya merelaisasikan
pendidikan karakter berlangsung secara nyata bukan hanya wacana saja tanpa
aksi. Ingat, Pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata
pembelajaran pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur. Dan yang
terpenting adalah praktekan setelah informasi tersebut di berikan dan lakukan
dengan disiplin oleh setiap elemen sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar